Senin, 29 Juni 2015

Mengenal Imam Al-Mahdi (Masa Sekarang)

Seperti yang kita ketahui Imam Al-Mahdi sudah hadir diantara kita tetapi tidak ada yang tahu siapa beliau. Bisa jadi ia adalah orang-orang yang biasa berpapasan dengan kita atau bahkan sehari-sehari bertemu dengannya. Akan tetapi dia tidaklah seperti apa yang orang-orang besar-besarkan. Dinilai dari segi manapun sebenarnya ia hanya orang biasa, manusia biasa. Berpenampilan sederhana apa adanya, tidak berdandan seperti ulama-ulama besar atau ustadz-ustadz yang terlihat megah atau bermewah-mewah. 

Dalam kesehariannya ia tidak beda jauh dengan kehidupan sehari-hari sebagai seorang manusia. Ada bahagia, susah, senang, sedih, keceriaan. Ia bisa tertawa tersenyum bahagia juga menangis besedih maupun berduka. Kadangkala beliau bisa menjadi orang yang sangat sensitif. Mudah tersentuh ataupun mudah terluka. Beliau saat ini hanyalah seorang pemuda yang kebingungan (kadang linglung) dan mudah menangis karena kepedihan ummat. Namun bagaimanapun beliau memiliki hati dan senyum yang khas daripada yang lain. Dari kesehariannya ini beliau mengakui banyak mendapat pelajaran hidup akan bagaimana susah-mudahnya menanggung hidup dan menjalankan amanah sebagai manusia kepada Allah. 

Ia bersikap layaknya cermin. Jika menduga dirinya baik maka baiklah dirinya. Jika menduga dirinya buruk maka buruklah dirinya. Prasangka diri akan memantul pada diri sendiri sebagaimana apa yang dipikirkan. Dan dia tidak selalu dapat menghalau dugaan buruk lawan bicara jika bukan dari dukungan baik orang terdekatnya. Ini pun ia tegaskan sebagai pelajaran diri bahwa jika menjadi orang jadilah orang yang berprasangka baik kepada lawan bicaranya, apalagi pada pemimpinnya yang mana ia telah dinilai baik sebagai pemimpin yang bertanggung jawab dan penuh kasih. Kebaikan dari prasangka baik ini nantinya akan kembali pada diri kita sendiri. Begitu pula sebaliknya, prasangka buruk hanya akan menyulitkannya dan  pada akhirnya akan menyulitkan diri sendiri juga.

Dia juga bukan seorang yang pandai beradu, bersilat lidah dalam urusan agama. Belum paham bahasa arab maupun hafal Al-Qur’an. Atau bahkan ia memiliki ilmu pengetahuan yang lebih rendah daripada saudara/i sekalian. Dasarnya ia sama seperti nabi-nabi atau guru-guru spiritual terdahulu. Ia memulai segalanya dari nol melalui bimbingan orang maupun belajar sendiri. Masih belajar dan mencari guru sejati yang hendak membimbingnya sesuai dengan pemahamannya yang berlaku. Layaknya awal mula kebangkitan Avatar Aang. Dalam kebangkitannya, ia tidak langsung menjadi orang yang kuat, ia pun lebih lemah dari orang manapun, kesana kemari tunggang langgang mencari guru dan ilmu pengetahuan dari yang ahli. Sedih, tangis, bahagia ia lalui. Hingga pada akhirnya Avatar Aang mampu menjadi seorang avatar yang sesungguhnya yang sanggup menyelamatkan dunia dari ancaman akhir jaman. Begitu pula dengan Imam Al-Mahdi ia pun memilki alur kisahnya sendiri hingga beliau benar-benar menjadi seorang khalifah sejati, mencapai derajat mulia kemanusiaan yang sesungguhnya seperti yang dikabarkan orang-orang terdahulu.

Betapa kurang dan lemahnya dirinya, tiada sempurna diri kecuali dengan atas Kebesaran Allah. Dari sini pulalah sebuah hikmah bahwa Imam Al-Mahdi dasarnya adalah manusia. Bukan tuhan yang patut disembah maupun disanjung-sanjung bagai tuhan atau bahkan lebih. Beliau menegaskan bahwa sesungguhnya penyembahan dan sanjungan kebesaran hanyalah Milik Allah. Sebenar-Benar Penolong, Penyelamat.

Dia tidak seperti yang dibicarakan seperti orang-orang, mengharap orang-orang bersumpah, berbaiat kepadanya sebagai pengikut dan sesungguhnya beliau akan menolak baiat yang semacam. Karena baginya baiat seorang islam ialah baiat antara dirinya sendiri kepada Allah, bukan kepada Imam Al-Mahdi. Bila orang-orang berbondong datang kepadanya paling-paling ia hanya menuntun baiatnya antara dirinya kepada Allah. Beliau menerangkan bahwa baiat yang sesungguhnya ialah syahadat. Akan tetapi beliau juga menerangkan bahwa seseorang tidak akan menjadi Al-Islam (hanya sebagai muslim) jikalau orang tersebut tidak memahami ucapan syahadatnya dan beribadah. Hanya terombang-ambing dalam ketaqwaannya (tidak jelas beribadah untuk apa dan kepada Siapa, keimanan mudah goyah dan taqwanya, pahala atau amalannya menjadi tidak sempurna). Dan mereka yang telah memahami benar syahadat yang diucapkannya maka tentunya ia dengan sukarela dan senang hati akan membela (agama) Allah tanpa harus dipaksa atau didoktrin.

Lantas dimanakah dan siapakah beliau sekarang? Bagaimanapun tidak ada seorangpun yang akan memberitahukannya. Hanya orang-orang yang sanggup mengetahui dan menjaga Rahasia Allah-lah yang Diijinkan untuk mengetahui dimana dan siapa beliau sekarang. Bagaimanapun caranya dan berapakalipun menanyakan apakah beliau adalah Imam Al-Mahdi atau bukan maka beliau tetap akan menjawab, “Bukan saya orangnya.” Karena beliau telah Diamanahkan dan Dijelaskan oleh Allah akan siapakah Imam Al-Mahdi sebenarnya. “Tidak perlu mencari-cari Imam Al-Mahdi. Imam Al-Mahdi dialah orang yang disumpah sebagai khalifah di tanah suci dihadapan ka’bah disaksikan ummat muslim seluruh dunia sebagai saksi dan pengakuan kepada Allah.” demikian jelasnya. Maka dari itu Imam Al-Mahdi tidak akan terang-terangan atau bersedia mengakui sebagai Imam Al-Mahdi sebelum ia siap dan dibai’at dengan tata cara yang Diamanahkan dan Dibenarkan Oleh Allah.

Pesan beliau, “Hampir setiap hari orang sibuk membicarakan tentang akhir jaman, hari kiamat dan huru-haranya. Bagaimanapun ini adalah bagian dari Ujian Allah serta Janji Allah akan keadaan serta kondisi hari akhir. Tetaplah bersabar dan berprasangka baik kepada Allah akan masa kini dan masa depan. Tetaplah berpegang teguh kepada Allah serta Amanah dan Ajaran-Nya, tiada lengah dan bosan menghindari godaan dari Larangan Allah. Tidak perlu terfokus pada kesalahan dan kekurangan orang lain, lebih baik perhatikanlah diri sendiri apakah sudah layak disebut sebagai orang yang mulia di Sisi Allah. Dan Bertaubatlah kepada Allah selagi mampu, selagi masih ada kesempatan.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar